Wednesday, July 11, 2007

Al Ghazi: Ulama yang Pernah Bekerja Untuk “Barat”

Rabu, 11 Juli 2007

Tokoh utama yang ikut tewas oleh serangan aparat Pakistan adalah, Maulana Abd Rasyid Al Ghazi. Siapakah sesungguhnya dia? Mengapa bisa membawa senjata?

Hidayatullah.com--Abdur Rasyid Al Ghazi sejak kecil memang telah menghafal Al Qur’an, akan tetapi ia enggan untuk melanjutkan sekolah diniyah dan memilih untuk menjalani pendidikan tingkat SMU di sekolah pemerintah. Ayahnya, Abdullah sebenarnya menginginkan agar ia bisa menjadi penggantinya kelak, seperti kakaknya Abdul Aziz.

Akan tetapi ia cenderung memilih sekolah umum. Ia pernah mencoba untuk mengikuti pendidikan di Jami’ah Al Faridiyah yang berada satu komplek dengan Masjid Merah, tapi tidak lama kemudian ia keluar dan melanjutkan ke salah satu universitas negeri di Karachi hingga memperoleh gelar master dalam bidang sejarah dan fasih dalam bahasa Inggris.

Tak lama setelah itu, ia menjadi pegawai yang berada dibawah Kementrian Pendidikan, dan bahkan kemudian bekerja di salah satu badan PBB yang bergerak dalam bidang pendidikan (UNESCO).

Baru setelah ayahnya Abdullah dibunuh karena alasan agama tahun 1998, sifat Al Ghazi berubah total. Ia bahkan begitu perhatian dengan isu-isu keagamaan. Ia bahkan mulai berkhutbah di masjid. Itulah yang membuat kakaknya Syaikh Abdul Aziz bergembira dan menunjuknya sebagai wakil imam di Masjid Merah walau ia masih tetap menjadi pegawai pemerintah.

Nama Abdul Rasyid Al Ghazi tambah berkibar sebagai tokoh agama di media-media masa pada tahun 2001. Terutama, ketika kelompok-kelompok Muslim mendirikan ”Gerakan Pembela Afghanistan” untuk merespon serangan Amerika ke Afghanistan.

Ia juga sebagai salah satu tokoh penting yang berada di balik berbagai demonstrasi yang terjadi di Pakistan sebagai penentangan atas serangan Amerika ke Afghanistan pada waktu itu.

Sejak saat itu, namanya terus dikenal. Sampai-sampai, beberapa pihak, tepatnya tahun 2004 terjadi usaha percobaan pembunuhan terhadap dirinya dan kelompoknya. Akibat seringnya terjadi usaha pembunuhan, menyebabkannya selalu menaruh senapan Klasenkov buatan Rusia di dalam mobilnya. Kemungkinan, pembunuhan sang ayah, telah ikut mengilhaminya hingga untuk selalu membawa senapan ke manapun saat pergi dengan pengawalan teman-temannya. Apalagi di tempat itu, senjata sisa perang Afghan masih mudah di dapat. Yang sedikit orang tahu, Al Ghazi, adalah pejuang tegakknya syariah Islam di Pakistan. Yang, tentu saja paling kurang diinginkan Barat. [IoL/Toriq/www.hidayatullah.com]

No comments: