Thursday, August 2, 2007

Australia Bantu 2000 Sekolah Islam di Indonesia

Kamis, 02 Agustus 2007

Australia menyisihkan 2,5 trilyun mendanai sekolah dan madrasah. Sebelum ini negara Barat minta perubahan kurikulum sekolah Islam. Kampanye terselubung?

Hidayatullah.com--Duta Besar Australia untuk Indonesia dan Sekjen Departemen Agama telah meresmikan 46 madrasah baru sebagai bagian dari program bernilai 29 juta dollar dari Australia.

Upacara peresmian dilakukan Selasa kemarin, dengan dihadiri Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, dan Sekjen Departemen Agama RI, Prof Bahrul Hayat. Acara dipusatkan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) PSA Al Fauzan di Labruk Lor (Lumajang). Sekolah ini, dibangun dengan bantuan dari Australia. Sekolah Al Fauzan didirikan di atas tanah yang disumbangkan oleh Bupati setempat dan Yayasan Al Fauzan untuk masyarakat umum.

Menurut rencana, pembangunan ke-46 sekolah yang sudah dimulai tahun 2006 dan telah siap untuk tahun ajaran 2007 ini. Sebagaimana ditulis dalam situs resmi Kedubes Australia di Jakarta, tahap berikutnya juga melakukan pekerjaan pembangunan 275 sekolah-sekolah Islam lainnya dan akan dimulai pada minggu-minggu yang akan datang agar dapat dipergunakan pada pertengahan 2008.

Duta Besar Farmer mengatakan bahwa sekolah-sekolah ini adalah bagian dari program Pemerintah Australia senilai Rp2,5 trilyun yang mendanai pembangunan atau pengembangan dari 2000 sekolah di 20 propinsi di Indonesia hingga 2009.

“Dari 2000 sekolah-sekolah ini, 500 diantaranya adalah madrasah, - yang mendemonstrasikan dengan jelas betapa pentingnya sekolah-sekolah Islam bagi sistem pendidikan Indonesia, dan kepahaman Australia akan peran mereka dalam mendidik anak-anak Indonesia,” kata Farmer.

Program konstruksi ini akan menciptakan lebih dari 330.000 tempat baru bagi pelajar sekolah menengah pertama antara usia 13 hingga 15 tahun, dengan sasaran utama anak-anak dari keluarga miskin dan daerah terpencil.

“Australia terus menerus mendukung pendidikan di Indonesia, kami menyadari bahwa hal ini akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara signifikan,” tambah Farmer.

Sebanyak 330 sekolah menengah pertama lainnya telah dibangun dengan bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Hingga 1200 sekolah umum dan sekolah Islam diharapkan akan selesai pada pertengahan 2008.

Perubahan Kurikulum

Seperti dikutip situs Radio Australia, Kamis, (2/8), tujuan bantuan Australia itu sebagian untuk mengurangi pengaruh ”Islam radikal” yang menggunakan madrasah sebagai tempat pelatihan ”terorisme”.

Pasca 11 September, sejumlah nagara Barat sangat bersemangat ingin merombak kurikulum madrasah dan pondok pesantren. Australia, diantara negara yang sebelumnya pernah ikut mengusulkan dan mendesak Indonesia.

Sejak tahun 2004 lalu, Pemerintah Australia sudah meluncurkan program Learning Assistance Program for Islamic Schools (LAPIS). Kegiatan program ini difokuskan untuk bekerja dengan madrasah swasta atau MI dan MTs yang berada di daerah kantong kemiskinan serta fokus pada anak-anak miskin dan perempuan.

Selama beberapa tahun ini, sejumlah perwakilan pondok pesantren Indonesia mendapat beasiswa bergantian ke Inggris.

Baru-baru ini, calon presiden Amerika, Barack Obama. Sempat diserang dengan isu 'madrasah'. Barack, yang pernah sekolah di Jakarta, diisukan lulusan madrasah saat tinggal di Indonesia. Kasus ’madrasah’ mencuat setelah Fox News membuat tulisan menuding Barack. Namun, Fox News mendapatkan kritikan luas setelah tidak menunjukkan data dan fakta yang akurat.

Kasus ini sempat membuat pemerintah Indonesia melobi Amerika tentang status madrasah. "Kita terus jelasakan kepada mereka, bahwa madrasah dan pesantren di Indonesia mengacu pada kurikulum nasional, dan mereka bisa mengerti," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda kepada detikcom usai raker dengan Komisi I DPR, di gedung DPR, bulan Januari di Jakarta.

Sebagian pihak menilai, bantuan seperti ini tidak akan produktif jika masih ada kampanye ”terselubung” Barat untuk mendikte Indonesia dan sekolah-sekolah Islam. Bukan tidak mungkin, bantuan-bantuan seperti ini akan lebih besar di masa mendatang. [cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]

Strategi Baru AS, Gandeng Arab Saudi

Kamis, 02 Agustus 2007

Arab Saudi telah memberikan dukungan terhadap konferensi perdamaian yang disponsori Amerika Serikat (AS) yang akan diselenggarakan tahun ini

Hidayatullah.com-- Arab Saudi akan menghadiri konferensi yang diseponsori Amemrika itu bersama Israel dan Palestina serta negara-negara Arab lainnya. Kalangan yang diundang ini, tentu yang dipandang ”moderat” oleh Amerika.

Arab Saudi adalah negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel. Namun Saudi termasuk sekutu Amerika Serikat.

Sebelum ini, Menlu Amerika, Condoleeza Rice, mengatakan konfrensi perdamaian ala Amerika itu diharapkan menghidupkan kembali pembicaraan damai yang macet.

Condi, akan bertemu dengan para pemimpin Israel dan Palestina untuk menghidupkan kembali perundingan menyusul pengambil-alihan Jalur Gaza oleh Hamas.

Strategi Baru

AS menjalankan strategi barunya yang dianggap banyak pihak akan menyulut instabilitas baru di Timur tengah. Beberapa waktu lalu, AS memberi bantuan persenjataan senilai milyaran dolar kepada Zionis-Israel dan sejumlah negara-negara Arab. Strategi itu digulirkan bersama dengan propaganda anti-program nuklir Iran.

Para pejabat Gedung Putih berupaya mengklaim bahwa tujuan mereka menandatangani kontrak penjualan senjata dengan sejumlah negara Timur Tengah adalah dalam rangka mengantisipasi program nuklir Iran. Koran New York Times mengutip keterangan para politisi Gedung Putih menulis, pengiriman persenjataan dengan kuantitas masif ke Timur Tengah diharapkan dapat mencegah berlanjutnya program nuklir Iran.

AS juga melakukan kontrak penjualan senjata senial 63 milyar dolar dengan Arab Saudi dan lima negara Arab lainnya di Teluk Persia, termasuk Mesir dan Uni Emirat Arab.

Sementara itu, Hamas mengkritik kunjungan Menlu AS itu ke negara-negara Timur Tengah. Mantan Menlu Palestina, Mahmoud Az-Zihar, dalam konferensi persnya kemarin mengkritik kunjungan Rice dan Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, ke Timur Tengah, dengan menyatakan, " Sebagaimana terbukti pada pengalaman sebelumnya, kunjungan semacam ini sama sekali tak menguntungkan bangsa Palestina dan menjadikan bangsa ini sebagai korban Washington yang sengaja mengulur waktu."

Dan biasanya, pertemuan-pertemuan seperti itu hanya akan menguntungkan Amerika Serikat (AS). [cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]