Monday, March 26, 2007

Usir Misionaris Asing dari Bumi Papua

Tokoh Islam Papua menuding, para misionaris asing penyebab ide rancangan peraturan daerah (raperda) berbasis Injil yang akan melarang jilbab

Hidayatullah.com—Tokoh Islam terkemukan asal Papua, Ustad Fadzlan Rabbani Al-Garamatan (40) meminta pemerintah mengusir para misionaris asing yang kini banyak tersebar di bumi cenderawasih.

Sikap keras pria bernama lengkap M. Zaaf Fadzlan Rabbani Al-Garamatan ini menyusul dengan gagasan pemerintah dan DPRD Kabupaten Manokwari, Propinsi Irian Jaya Barat yang kini sedang menggodok rancangan peraturan daerah (raperda) pembinaan mental berbasis Injil.

Sebagaimana diketahui, beberapa saat yang lalu, sebuah harian Nasional Ibu Kota, Jum'at (23 Maret 2007) kemarin mengungkap raperda yang dimunculkan oleh pihak gereja dan sejumlah pakar setempat.

Salah satu pasal dari raperda yang sempat menjadi sorotan adalah larangan menggunakan pakaian busana yang menonjolkan simbol agama di tempat umum, larangan membangun tempat ibadah jika sudah ada gereja, dibolehkannya pemasangan symbol salib di seluruh gedung perkantoran dan tempat umum, pembinaan mental memperhatikan budaya lokal yang menganut agama Kristen.

Menurut Fadzlan, selain adanya banyak unsure pembohongan sejarah terorganisir, reperda ini dikawatirkan berpotensi menjadikan Papua pecah sebagaimana kasus Poso dan Ambon.

Menurut Ketua Yayasan Al-Fatih Kaafah Nusantara (AFKN) ini, komposisi antara Islam dan Kristen di bumi Papua jumlah tak jauh berbeda. Lagi pula, Islam, memiliki sejarah panjang ratusan tahun, lebih dahulu di banding agama lain. Karenanya, ia menganggap raperda ini sangat bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya.

Menurut Fadhlan, hubungan Islam dan Kristen sejauh ini tak ada masalah. Bahkan itu sudah terjalin selama ratusan tahun. “Islam adalah agama pertama yang mengantarkan Pendeta Cw Otto GJ. Geissler , misionaris pertama yang masuk Papua pada tahun 1855”, ujarnya.

Islam sudah berada di Irian sejak abad ke-12, di bawah pengaruh beberapa kerajaan. Diantaranya, Syeikh Iskandar Syah dari Samudra Pasai, Raden Fattah dari Demak, kerajaan Ternate dan Tidore.

Melihat kenyataan sejarah itu, cukup mengagetkan bagi Fadzlan hingga muncul gagasan raperda ‘berbasis Injil” tersebut. Bagi Fadzlan, raperda itu sebuah pembodohan sejarah amat berbahaya. “Saya sudah berkali-kali meminta pada teman-teman pendeta setempat, jangan menuruti para misionaris asing”, ujar Fadlan kepada www.hidayatullah.com.

Secara tegas, Fadzlan bahkan meminta agar pemerintah mengusir mereka dari bumi Papua agar kondisi propinsi itu tak terjadi sebagaimana Ambon atau Poso. “Jika perlu, usir saja mereka. Mereka biangnya”, tambahnya. [cha]

No comments: